Akhir-akhir ini saya sering mendengar kata "Jogja Nggak Bisa Diem" karena ada aja wisata baru di Jogja. Memang bener sih ada aja yang baru-baru di Jogja, ya meskipun wisata ini nggak masuk wilayah pusat kota Jogja-nya tapi di Kulonprogo dan Gunungkidul. Contohnya aja yang terbaru yaitu Heha Ocean View, Tumpeng Menoreh, Geblek Menoreh, Mahaloka Paradise dan Obelix Village.
Nah wisata-wisata tersebut jadi target incaran saya untuk datang ke Jogja :). Namun ternyata teman-teman saya lebih suka wisata kuliner, belanja dan oleh-oleh Jogja. Jalan-jalan ke wisatanya saya skip dulu. Kali ini saya jadi guide jadi saya mengikuti keinginan teman-teman yang mau ngabisin duit untuk oleh-oleh dan belanja. Semoga bisa jadi ide liburan kalian yang hanya punya waktu dua hari di Jogja.
Hari ke-1
Kami menginap di Royal Malioboro by Aston. Hotel ini hotel bintang 4 yang areanya di samping stasiun Tugu. Lokasi hotel bersebelahan dengan Hotel Neo Malioboro. Jalan kaki ke Malioboro dekat banget, cuma 200 meteran aja nggak terasa udah sampai.
Mampir ke Sate Ratu Jogja. Sate Ratu buka sejak tahun 2016 dan slogannya yang pernah didatangi oleh 83 Negara membuat orang penasaran.
Kami datang bukan waktu jam makan siang. Sekitar jam 15.00-an tapi parkirannya sudah full pengunjung, padahal bukan weekend. Masuk ke Sate Ratu, kami langsung disambut sama pramusaji. Konsep pemesanannya yaitu ambil minum dulu ke tempat yang sudah disediakan. Rata-rata minumannya minum botolan semacam freshtea, air mineral atau cendol.
Menu di Sate Ratu itu nggak banyak. Pilihannya ada sate merah, sate kanak dan sate kulit yang dibanderol Rp. 25.000-an per 5 bijinya. Ada juga sate lilit basah, ceker tugel, sup kanak dan kaldu ayam. Untuk pesan di Sate Ratu harus sabar menunggu maksimal 30 menit setiap penyajiannya.
Tiga Puluh menit kemudian sate kami datang. Kami semua memesan sate merah karena best sellernya di Sate Ratu. Sate merah ini rasanya gurih pedas. Di klaim pedas tapi kalau menurut saya nggak pedas sama sekali, maklum lidah Jawa Timuran saya suka pedas yang pake banget.
Saya akui rasa Sate Ratu itu memang unik, dagingnya tebal, rasanya juicy dan rempahnya memang beda dengan sate ayam lainnya. Adalagi yang juga enak di Sate Ratu yaitu Sate Lilit. Berbeda dengan sate lilit yang ada di Bali, sate lilit di Sate Ratu tidak ditusuk melainkan dipotong kotak-kotak. Bahan dari sate lilit dari sate ayam cincang, lalu dikukus. Gurihnya yaitu dari mentega.
Lanjut berikutnya saya ke Hamzah Batik Kaliurang. Sayangnya karena sibuk belanja batik saya nggak sempat foto sama sekali. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Hamzah Batik Kaliurang kini sepi banget pengunjung. Kemarin yang datang cuma saya aja se-grup. Mungkin karena udah ada Hamzah Batik di Malioboro, yang cabang Kaliurang sepi pengunjung.
Sejujurnya saya menyesal ke Hamzah Batik Kaliurang. Kawasan kaliurang itu kawasan macet banget, apalagi kalau sore hari. Untuk turun ke kota sekitar Malioboro, waktu tempuhnya hampir 1,5 jam. Jogja kala itu disambut hujan gerimis yang tiada henti.
Istirahat sebentar di hotel sambil menunggu hujan reda. Kami kulineran lagi di Bakmi Pak Pele Jogja. Bakmi dan Nasi Goreng Pak Pele membuat saya penasaran karena sering diulas para youtober ketika di Jogja.
Hujan tidak membuat pengunjung di Bakmi Pak Pele ini sepi. Untungnya kami masih dapat tempat lesehan yang beralaskan tikar. Kami sempat celingak-celinguk bagaimana caranya memesan karena kondisinya memang ramai banget. Akhirnya setelah mengambil nota menu di Bakmi Pak Pele kami dihampiri pramusaji.
Menunya ada bakmi godog, bakmi goreng, krengsengan dan nasi goreng. Untuk bakmi ada versi bakmi kuning, putih (pake bihun) dan Campur (mie kuning + bihun. Kami memesan versi bakmi godog campur, nasi goreng dan juga krengsengan ayam.
Tiga Puluh menitan masakan kami siap. Saya cicipi bakmi godog campur. Kuahnya gurih, kental dan panas cocok buat makan malam setelah hujan. Setiap piringnya menggunakan telur orak-orak, kol dan irisan daging ayam kampung, seledri dan bawang merah.
Kembali ke selera lagi, saya suka sekali dengan rasa Bakmi Pak Pele meskipun porsinya menurut saya minimalis. Ketika saya aduk, mienya lebih sedikit dibandingkan dengan kuahnya. Krengsengan yang saya pesan porsinya banyak banget. Sempat takut kalau rasanya manis, ternyata rasanya pas karena gurih asin. Ayamnya menggunakan ayam Jawa.
Lalu untuk nasi gorengnya ada 3 teman saya yang memesan. Dua teman saya bilang rasanya assssinnn banget, yang satunya nggak asin. Karena saya tidak mencoba jadi saya nggak bisa mengulas rasa sebenarnya dari nasi gorengnya.
Jogja semakin malam tapi rasanya sayang banget kalau kembali ke hotel. Dalam perjalanan pulang kami menyempatkan ke Teras Malioboro 2.
Teras Malioboro 2 ini baru dilaunching pada Februari 2022. Semua pedagang kaki lima yang dulu berada di sepanjang Jalan Malioboro kini dipindah di Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2. Saya berkunjung yang di Teras Malioboro dengan lokasi yang tak jauh dari Grand Inna Malioboro.
Tatanan Teras Malioboro mengingatkan saya dengan Pasar di Bangkok yang tertata apik. Sayangnya nanti pada tahun 2024 Teras Malioboro akan dipindah lagi karena akan digunakan untuk Galeri Seni.
Saya berjalan menyusuri jalan Malioboro yang membuat saya lapar belanja. Rata-rata harganya dibanderol Rp. 100.000 an untuk 3 item seperti daster, kaos, batik, tas dan aneka pernik lainnya. Sejumlah pedagang menjual dagangannya hampir sama antara satu dengan yang lainnya.
Hari ke-2
Kami keluar hotel sekitar pukul 10.00 pagi. Menyempatkan diri untuk sarapan di hotel.
Lalu lanjut menuju destinasi oleh-oleh yang tersebar di area Jogja, yaitu ke Mochi Sakura.
Lalu lanjut menuju destinasi oleh-oleh yang tersebar di area Jogja, yaitu ke Mochi Sakura.
Mochi Sakura ini oleh-oleh yang saya sukai. Mochinya unik, kenyal dan isinya lumer banget. Rata-Rata harganya termurah Rp. 25.000 sampai dengan Rp. 60.000,- Lalu lanjut ke Oma Opa dan Cilok Gajahan.
Oleh-oleh teraneh menurut saya yaitu Cilok Gajahan. Lokasinya juga bukan di Jalan Besar, berada di gang sempit, namun Teman-teman saya suka banget sama rasa Ciloknya. Di Cilok Gajahan ini ada versi frozennya. Teman saya beli hampir 13 pack, padahal 1 packnya isinya 40 biji. Kalau mau beli langsung makan harganya Rp. 5000 perbungkus. Menurut saya rasanya sih biasa karena sama aja kayak yang dijual didekat sekolah-sekolah. Namun kembali lagi ke selera karena katanya teman saya rasanya enak banget. Review oleh-oleh bisa baca di ulasan saya di Jastip Jogja.
Belum puas belanja batik di Hamzah Batik Kaliurang dan Teras Malioboro 2, kami ke Rumah Batik Suryowijayan. Saya memilih tempat ini karena melihat beberapa vlog yang sering mengulas, pun saya belum pernah datang jadi semakin penasaran.
Lokasinya berada dipemukiman penduduk padat. Sempat driver hiace kami ragu untuk masuk ke dalam gang karena takut parkir susah dan sulit putar arah, namun ada petugas parkir dari kejauhan yang mengayunkan tangannya untuk kode bahwa parkir mobil luas.
Benar saja, parkiran Rumah Batik Suryowijayan sudah dipenuhi mobil berplat luar kota. Masuk ke tempat belanja, kami disambut dengan ruangan ber-ac. Tampak jejeran-jejeran batik dengan beberapa harga. Ada versi murah Rp. 150 ribuan dan versi mahal hingga puluhan juta. Ada harga ada rupa, kainnya beda sama yang dikawasan malioboro yang seratus ribuan. Harga yang 300 ribuan kainnya adem, halus dan tebal.
Cukup lama kami leyeh-leyeh di Rumah Batik Suryowijayan sambil menunggu para bapak-bapak sholat Jumat di masjid dan para ibu-ibu sholat di musholla Rumah Batik Suryowijayan.
Destinasi selanjutnya kami menuju Sate Klathak Pak Pong Pusat yang ada diwilayah Imogiri. Butuh perjuangan menuju ke Sate Klathak Pak Pong pusat karena lokasinya bukan dipusat kota juga antriannya minimal 45 menit hingga 60 menit baru disajikan. Jadi kalau ke sini harus saaaaabaaar banget dan nggak boleh lapar.
Begitu datang saya sudah dapat nomor antrian ke-16. Kami dipersilahkan mencari tempat sambil membawa nomor antrian. Kami celingak-celinguk kok belum didatangi pramusaji. Rupanya pramusaji baru datang sekitar 15 menitan ke meja kami sambil membawa buku menu.
Sempat bangga dapat nomer antrian ke 16, lalu saya tanya ke mba pramusaji sekarang nomor berapa mba? Masih proses bu yang nomer 97, kalau nomernya sampai 100 wkwkwkwkwk... lagi-lagi harus sabar kalau mencoba makanan yang viral.
Kami memesan sate klathak, kronyos, gulai kambing, tengkleng, dan tongseng. Lima Puluh Menit kemudian pesanan saya semua datang... sungguh perjuangan yang amat berarti.
Seporsi Sate Klatak perpiringya 2 tusuk. Kenapa disebut Sate Klathak? Sate klathak ini unik karena tusukannya bukan dari bambu atau lidi, melainkan dengan besi. Besinya menggunakan besi tipis yang memanjang. Berbeda dengan sate kambing lainnya, sate klathak pak pong pusat ini menggunakan bumbu garam dan santan. Setiap tusuknya ada sekitar 8 potongan daging kambing.
Buat yang nggak suka daging yang masaknya medium maka skip aja di Sate Klatak Pak Pong ini karena satenya dibakar setengah matang yang bagian dalamnya masih ada warna merah. Nggak heran kalau rasanya juicy. Kalau saya suka banget sama rasa satenya, kalau teman saya nggak suka daging yang setengah matang jadi nggak doyan :)
Spesial lainnya ada kronyos. Kronyos ini gajih dan lemak kambing goreng yang dibumbui garam. Terus terang kronyos ini makanan jahat yang berkolesterol tinggi tapi kok nikmat banget ya... rasanya tuh krenyes-krenyes gurih gajih yang nggak ada baunya kambing sama sekali.
Lalu ada Tongseng, Tengkleng dan gulai kambing rasanya tidak mengecewakan. Sekali-kali harus nyobain sate klathak yang intinya harus saaaaabaaaar.
Perjalanan wisata kuliner, belanja dan oleh-oleh kami berakhir di pusat oleh-oleh bakpia kukus dan bakpia 25 yang membuat para ibu-ibu kalap belanja......
Ahhhhhh...Jogja memang selalu ngangenin......
0 Comments