Sebelum membaca tentang cerita transit saya di Oman, maka baca dahulu artikel yang sudah saya tulis di pengalaman membuat visa dan penginapan yang saya tempati di Oman. Ceritanya akan terbagi dalam dua sesi yaitu transit pertama di keberangkatan menuju ke Negara selanjutnya dan transit kedua setelah pulang dari Negara yang saya tuju menuju ke Indonesia.
Di depan Mutrak Souk |
Suasana Kota Oman |
Transit Pertama
Saya sampai di Oman malam hari, dari bandara naik bus bandara dulu, lalu lanjut naik taksi. Setelah sampai di penginapan pun langsung tidur.
Paginya tujuan saya adalah restoran Bin Ateeq yang katanya restoran terkenal di Oman. Dari rumah airbnb saya langsung memesan O Taxi. Jadi O Taxi ini bisa dibilang Gojeknya Oman, tinggal download aja aplikasinya dan bayarnya harus cash nggak bisa pakai Kartu Kredit.
Bus bandara |
Tiket Bus Bandara |
Di rumah airbnb |
Paginya tujuan saya adalah restoran Bin Ateeq yang katanya restoran terkenal di Oman. Dari rumah airbnb saya langsung memesan O Taxi. Jadi O Taxi ini bisa dibilang Gojeknya Oman, tinggal download aja aplikasinya dan bayarnya harus cash nggak bisa pakai Kartu Kredit.
O Taxi menurut saya murah dibandingkan dengan Careem. Careem merupakan aplikasi dari Dubai yang juga bisa digunakan di Oman, harganya lebih mahal dibandingkan O Taxi namun bisa bayar kartu kredit. Ah kayaknya saya harus menulis transportasi di Oman supaya lengkap ya...
O Taxi |
Tujuan saya memang Bin Ateeq tapi sayangnya masih tutup, padahal di GPS katanya pagi udah buka. Akhirnya makan Mc D di Oman. Menunya sama persis dengan menu Indonesia yang breakfast.
Mc D oman |
Setelah itu lanjut lagi naik O Taxi menuju ke Masjid Sultan Al qobus. Keluar dari Taksi rasanya berat banget karena Oman yang panas, benar saja ketika keluar dari taksi menuju halaman masjid itu matahari terik banget.
Masjid Sultan Al Qobus merupakan masjid yang super megah di Oman, selain itu juga digunakan sebagai tempat wisata. Sebelum masuk ke halaman utama masjid, saya sudah diperingatkan ke penjaganya untuk memakai kerudung. Di tas, saya sudah membawa perlengkapan hijab segiempat.
Nah hijab sudah saya lipat segitiga lalu sudah saya letakkan di rambut, tiba-tiba seorang om-om #halah yang sepertinya penjaga masjid memberitahu kalau jangan melipat segitiga. Melongo donk saya, apalagi suami saya yang woles. Si om ini memberitahukan kalau style hijab ala Omania tidak perlu dilipat segitiga tapi tetap kotak lalu dilipit-lipit bagian depannya. Saya manggut-manggut sambil dipakaikan kerudung sama si om dengan peniti. Si suami semakin melongo...istrinya dijilbabin sama orang.
Akhirnya saya memakai hijab ala Omania. Masuk kedalam masjid ada tulisan batas maksimal untuk eksplore masjid yaitu 40 menitan. Masjid Sultan Al Qobus dulunya dibangun hampir 9 tahun. Lalu karpetnya dibuat sampai 4 tahun dan lampu gantungnya mewah banget. Saya masuk ke dalam masjid terkagum-kagum dengan interiornya dan betah didalam masjid karena AC nya wuuus dingin.
Megah banget ya masjidnya |
Jilbab ala Omania |
Karpet yang dibikin 4 tahun lamanya |
lampu gantung kalau dilihat langsung bagus banget |
Dari Masjid Sultan Al Qobus saya kembali lagi ke Airport. Sebenarnya masih bisa saya masukkan beberapa destinasi, namun cuaca Oman yang panas bikin nggak mood eksplore lagi.. Toh masih ada hari transit sewaktu pulang.
Transit Kedua
Transit yang kedua ini saya apes banget, harus bayar visa lagi. Ceritanya udah ada di link di atas ya, kenapa saya harus bayar visa lagi.
Hidup atau traveling di Oman itu memang berat, selain panas, juga kursnya mahal yaitu per 1 oman Rp. 36.500. Di Indonesia susah banget menukar uang mata uang Oman, saya mengambil uang di ATM. Satu-satunya atm yang bisa digunakan hanyalah Bank Gofar menggunakan atm bank BCA. Sempat mencoba beberapa atm di sana tapi yang bisa cuma Bank Gofar aja. Sekali ambil ada charge Rp. 50.000,- dan kursnya normal Rp. 36.500,-
Mata uang Oman |
Waktu itu karena saya panik nggak bisa ambil uang di beberapa atm, lalu saya juga menukar uang Rp. 400.000,- di money charger bandara. Eh malah kursnya ngeri, uang 400rb cuma dapat uang 8 Oman, atau kalau dikurskan Rp. 50.000,-
Selanjutnya saya naik bus nomor 1B dari bandara ke Ruwi Bus Station dengan biaya 1 oman. Untuk menuju kota dari bandara, durasinya sekitar 45 menitan. Sampai di bus station Ruwi niatnya memang naik taksi ke MutrahSouk, tapi ya karena panas kita manja lagi naik O Taxi sekitar 1.5 Oman.
Stasiun Bus Ruwi |
Naik O Taxi dengan style driver Oman yang pake jubah dan peci khasnya |
Mutrah Souk merupakan pasar tradisionalnya Oman. Banyak masyarakat Oman yang belanja kebutuhan sehari-hari di Souk ini. Pun Mutrah Souk juga dijadikan tempat wisata oleh wisatawan. Kalau wisatawan sih biasanya fokus cari oleh-oleh sama kulineran yang view-nya menghadap ke Laut Oman. Ya, lokasi mutrah souk ini berseberangan dengan laut Oman.
Mutrah Souk |
Di dalam Mutrah Souk |
Ada dua kuliner terkenal di Cornice Cafe dan Fast Food n Juice Centre. Akhirnya karena Fast Food and Juice Centre yang pertama kami temukan, tempat ini menjadi tujuan kami. Menunya banyak ala-ala India atau ke Arab-Araban, seperti pesanan kami yaitu chicken tandoori dan juice 2 porsi total 5.200 Oman atau Rp. 190.000,- untuk sekali makan.
Layaknya makanan orang Arab, porsinya memang melimpah banget. Satu porsi chicken tandoori bisa untuk dua orang, ya tapi tetap nggak ada nasinya, diganti sama roti prata. Minum juice di Oman siang bolong memang seger banget, sekali teguk habis sekaligus hehehehee...
Menu Fast Food n Juice Centre |
Jus |
Selesai nongkrong di Mutrah Souk, kami memutuskan untuk mencari penginapan airbnb yang sudah kami sewa dengan menggunakan taksi. Penginapan kami berada di apartement khas Oman. Niat hati sampai di penginapan cuma tidur sebentar, namun "bablas" baru bangun jam 8 malam.
Langsung deh kami check out sekaligus karena pesawat kami berangkat jam 01.00 dini hari. Tapi sebelumnya kulineran dulu Bait Al Mandi yang jaraknya sekilo dari penginapan kami.
Bait Al Mandi |
Bait Al Mandi ini restoran khas Oman yang spesial dengan chicken mandi. Kami memesan chicken mandi, chicken kebab dan air minum total 5.9 oman. Karena efek lapar pesanan kami agak khilaf dan kami lupa kalau porsinya bakalan besar banget. Benar saja, satu porsi yang seharusnya untuk 3 orang, ini malah kami pesan untuk dua porsi.
Pokoknya kami makan sampai "da..da..da.." menyerah saking kenyangnya. Udah gitu pramusajinya malah nawarin kita nasi lagi. Harusnya saya bangga nih, porsi makan saya lebih sedikit dibandingkan wanita Arab lainnya, ya meskipun body tetap sama 11-12.
Bait Al Mandi ini destinasi terakhir kami di Oman. Kami lalu kembali naik bus menuju bandara yang haltenya tak jauh dari restoran.
Note:
Menurut saya, saya gagal transit di Oman karena tidak bisa mengunjungi banyak destinasi wisatanya. Cuaca Oman yang panas banget bikin mood kami menurun untuk explore tempat wisatanya. Selain itu, siang hari di Oman tidaklah terlalu ramai, masyarakatnya baru keluar rumah sekitar jam 3 sorean sampai malam hari, disitulah Oman baru hidup.
Jadi gimana mau transit ke Oman lagi nggak? Kalau ada maskapai lain kayaknya saya nggak pilih transit ke Oman. Durasi transit yang berjam-jam bikin capek dan mahalnya kurs di Oman.
0 Comments