Tahukah anda jika Kantor Imigrasi di Indonesia mengeluarkan dua jenis halaman paspor? Ya, ada dua halaman paspor 24 hal dan 48 hal. Kedua paspor ini memiliki bentuk, warna halaman dan masa berlaku yang sama lima tahun. Jadi perbedaannya terletak hanya pada jumlah halamannya saja. Konon kedua paspor ini memiliki fungsi dan derajat yang sama meskipun berbeda harga.
Sebelumnya, jenis paspor 24 hal dikhususkan untuk TKI atau untuk jamaah haji/umroh yang masa berlakunya hanya tiga tahun. Namun pada tahun 2010 Direktur Jenderal Imigrasi memberikan keputusan penegasan baru bahwa paspor 24 hal ini memiliki derajat yang sama dengan paspor 48 halaman.
Entah mengapa dari tahun 2010 hingga 2015 ini, pamor dari paspor 24 halaman masih melekat hanya untuk TKI. Pemilik dari paspor 24 hal dan 48 hal pun masih dibeda-bedakan. Nasib pemilik paspor 48 halaman nasibnya tentu saja lebih bagus daripada 24 halaman. Pada tahun 2015 ini biaya pembuatan paspor 24 halaman adalah Rp 155.000,- sedangkan paspor 48 hal adalah Rp. 355.000,-
Sebenarnya artikel saya ini buat karena sebuah gambar di imigrasi.go.id yang menampilkan gambar paspor 24 hal dan 48 hal yang tertulis “Fungsi dan Derajat kami sama lho…” Lewat gambar tersebut saya teringat dengan nasib anak saya yang saya buatkan dengan pilihan paspor 24 halaman.
Sebelumnya, jenis paspor 24 hal dikhususkan untuk TKI atau untuk jamaah haji/umroh yang masa berlakunya hanya tiga tahun. Namun pada tahun 2010 Direktur Jenderal Imigrasi memberikan keputusan penegasan baru bahwa paspor 24 hal ini memiliki derajat yang sama dengan paspor 48 halaman.
Entah mengapa dari tahun 2010 hingga 2015 ini, pamor dari paspor 24 halaman masih melekat hanya untuk TKI. Pemilik dari paspor 24 hal dan 48 hal pun masih dibeda-bedakan. Nasib pemilik paspor 48 halaman nasibnya tentu saja lebih bagus daripada 24 halaman. Pada tahun 2015 ini biaya pembuatan paspor 24 halaman adalah Rp 155.000,- sedangkan paspor 48 hal adalah Rp. 355.000,-
Sebenarnya artikel saya ini buat karena sebuah gambar di imigrasi.go.id yang menampilkan gambar paspor 24 hal dan 48 hal yang tertulis “Fungsi dan Derajat kami sama lho…” Lewat gambar tersebut saya teringat dengan nasib anak saya yang saya buatkan dengan pilihan paspor 24 halaman.
Ya, tahun 2014 yang lalu saya sengaja membuatkan paspor anak saya yang berumur belum genap 3 tahun dengan paspor 24 hal. Saya membuatkan paspor ini dengan sistem pendaftaran online (baca : cara membuat paspor anak online). Lewat pendaftaran online ini saya memasukkan data-data anak saya lewat internet dan melakukan pembayaran melalui bank BNI. Setelah proses pendaftaran dan pembayaran, pembuatan paspor bisa diproses sesuai dengan imigrasi yang saya pilih.
Mengapa saya pilih paspor 24 hal? Waktu itu saya membaca di Internet, menerangkan jika paspor 24 hal sama saja dengan 48 hal. Bahkan saya juga membaca dengan jelas Surat beserta Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi No. IMI.1040.GR.01.01 Tahun 2010 yang menegaskan bahwa Paspor 24 dan 48 halaman memiliki derajat yang sama. Keputusan yang saya buat juga karena pertimbangan bahwa anak saya ini nantinya jarang saya ajak traveling ke luar negeri, cukup 1 atau 2 tahun sekali. Toh, bukankah dengan paspor 24 hal masih banyak hal yang tersisa untuk cap paspor. Saya pun mantap untuk memilih paspor 24 hal beserta resiko yang akan saya tanggung jika saya diremehkan. Jadi pilihan saya bukan karena faktor uang yang lebih murah daripada 48 hal, namun atas dasar kebutuhan perjalanan yang saya perlukan.
Sewaktu pembuatan paspor, dari awal pembuatan yaitu penyerahan arsip, saya sudah ditanya “Kenapa buat paspor 24 hal?” Saya menjelaskan jika hanya digunakan traveling sebatas Negara Asia dan yang pertama Singapore. Malah yang saya heran si petugas ini tanya ke teman sebelahnya “Iso tah paspor 24 hal digawe nang Singapore?” Dalam hati tanpa beragumen bukankan surat edaran ini juga sudah dikeluarkan sejak tahun 2010 dan bahkan diwebsitenya pun sudah jelas tertulis. Entah ini sengaja membuat hati saya ciut untuk membuat paspor 24 hal atau mereka memang belum membuat sosialisasi. Jika bukan karena pembayaran lewat online, waktu itu pasti saya sudah upgrade paspor ke 48 hal. Sayangnya jika pembayaran lewat online maka pembayaran akan hangus jika diganti dengan paspor jenis lain, karena itulah saya ngotot tetap membuat paspor 24 hal.
Selesai di penyerahan berkas, saya dan anak saya melanjutkan pembuatan paspor dengan wawancara. Seperti saya duga sebelumnya pertanyaan yang dilontarkan pun terkait dengan pilihan memilih paspor 24 hal. Akhirnya setelah saya beragumentasi, petugas ini pun menyampaikan pesannya “Ingat ya nanti kalo sudah masa berlakunya habis, bikin yang paspor 48 hal!!!” Karena saya sudah malas untuk beragumen lagi, saya pun mengangukkan kepala tanda setuju.
Paspor-pun saya dapatkan dengan penuh perjuangan. Namun, nasib paspor 24 hal anak saya tidak berakhir sampai disini saja. Ketika saya dan anak saya berangkat ke Singapore, melalui Imigrasi Bandara Juanda Surabaya nasib paspor 24 hal kembali diuji. Masih teringat dengan jelas wajah dan nama petugas bandara yang menyapa saya dengan ramah. Saya menyerahkan paspor saya yang 48 hal, ada senyum merekah diwajahnya sambil menyapa anak saya “Halo adek?” lalu saya menyerahkan paspor anak saya 24 hal untuk di cap paspor. Si petugas tadi yang senyum ketika melihat paspor 48 hal tadi, langsung tertawa mengejek melihat paspor 24 hal. “Masih ada ya paspor 24 hal (dengan iringan senyum kecut).
Mendapat perlakuan di Imigrasi Indonesia seperti ini, sepanjang perjalanan menaiki pesawat menuju Singapore nyali saya ciut. Saya berpikir “Bagaimana kalo anak saya ditolak masuk Singapore?Bagaimana nasib hotel dan pesawat pulang saya nanti jika kami dideportasi karena memiliki paspor 24 hal. Melewati imigrasi Singapore badan saya serasa panas dingin ketika menyerahkan paspor anak saya untuk di cap, namun tanpa banyak kata petugas malah menyerahkan paspor lagi setelah di cap dengan kalimat “Welcome to Singapore”. Ngenes kalo saya ingat di Negara sendiri malah saya diejek sedangkan di Negara lain tidak dipemasalahkan.
Saya kemudian merenung menyalahkan diri saya sendiri karena memilih paspor 24 hal. Suatu saat nanti saya ingin membuktikan bahwa saya juga mampu membuat E-paspor 48 hal. Katanya ada pula wacana penghapusan untuk paspor 24 hal, kalo memang benar saya malah sangat setuju biar tidak ada lagi traveler yang nasibnya seperti anak saya. Saran saya bagi semua traveler, pikir-pikir lagi jika ingin membuat paspor 24 hal, ada pula yang mengatakan jenis paspor ini tidak bisa digunakan untuk visa Korea, Australia, Amerika dan Jepang bahkan haji/umroh. Melalui website imigrasi adapula fasilitas Lapor jika kita mengalami perlakuan buruk tentang paspor 24 hal, namun saya cukup menyalahkan diri sendiri saja yang “Buat anak kok coba-coba”
Mengapa saya pilih paspor 24 hal? Waktu itu saya membaca di Internet, menerangkan jika paspor 24 hal sama saja dengan 48 hal. Bahkan saya juga membaca dengan jelas Surat beserta Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi No. IMI.1040.GR.01.01 Tahun 2010 yang menegaskan bahwa Paspor 24 dan 48 halaman memiliki derajat yang sama. Keputusan yang saya buat juga karena pertimbangan bahwa anak saya ini nantinya jarang saya ajak traveling ke luar negeri, cukup 1 atau 2 tahun sekali. Toh, bukankah dengan paspor 24 hal masih banyak hal yang tersisa untuk cap paspor. Saya pun mantap untuk memilih paspor 24 hal beserta resiko yang akan saya tanggung jika saya diremehkan. Jadi pilihan saya bukan karena faktor uang yang lebih murah daripada 48 hal, namun atas dasar kebutuhan perjalanan yang saya perlukan.
Sewaktu pembuatan paspor, dari awal pembuatan yaitu penyerahan arsip, saya sudah ditanya “Kenapa buat paspor 24 hal?” Saya menjelaskan jika hanya digunakan traveling sebatas Negara Asia dan yang pertama Singapore. Malah yang saya heran si petugas ini tanya ke teman sebelahnya “Iso tah paspor 24 hal digawe nang Singapore?” Dalam hati tanpa beragumen bukankan surat edaran ini juga sudah dikeluarkan sejak tahun 2010 dan bahkan diwebsitenya pun sudah jelas tertulis. Entah ini sengaja membuat hati saya ciut untuk membuat paspor 24 hal atau mereka memang belum membuat sosialisasi. Jika bukan karena pembayaran lewat online, waktu itu pasti saya sudah upgrade paspor ke 48 hal. Sayangnya jika pembayaran lewat online maka pembayaran akan hangus jika diganti dengan paspor jenis lain, karena itulah saya ngotot tetap membuat paspor 24 hal.
Selesai di penyerahan berkas, saya dan anak saya melanjutkan pembuatan paspor dengan wawancara. Seperti saya duga sebelumnya pertanyaan yang dilontarkan pun terkait dengan pilihan memilih paspor 24 hal. Akhirnya setelah saya beragumentasi, petugas ini pun menyampaikan pesannya “Ingat ya nanti kalo sudah masa berlakunya habis, bikin yang paspor 48 hal!!!” Karena saya sudah malas untuk beragumen lagi, saya pun mengangukkan kepala tanda setuju.
Paspor-pun saya dapatkan dengan penuh perjuangan. Namun, nasib paspor 24 hal anak saya tidak berakhir sampai disini saja. Ketika saya dan anak saya berangkat ke Singapore, melalui Imigrasi Bandara Juanda Surabaya nasib paspor 24 hal kembali diuji. Masih teringat dengan jelas wajah dan nama petugas bandara yang menyapa saya dengan ramah. Saya menyerahkan paspor saya yang 48 hal, ada senyum merekah diwajahnya sambil menyapa anak saya “Halo adek?” lalu saya menyerahkan paspor anak saya 24 hal untuk di cap paspor. Si petugas tadi yang senyum ketika melihat paspor 48 hal tadi, langsung tertawa mengejek melihat paspor 24 hal. “Masih ada ya paspor 24 hal (dengan iringan senyum kecut).
Mendapat perlakuan di Imigrasi Indonesia seperti ini, sepanjang perjalanan menaiki pesawat menuju Singapore nyali saya ciut. Saya berpikir “Bagaimana kalo anak saya ditolak masuk Singapore?Bagaimana nasib hotel dan pesawat pulang saya nanti jika kami dideportasi karena memiliki paspor 24 hal. Melewati imigrasi Singapore badan saya serasa panas dingin ketika menyerahkan paspor anak saya untuk di cap, namun tanpa banyak kata petugas malah menyerahkan paspor lagi setelah di cap dengan kalimat “Welcome to Singapore”. Ngenes kalo saya ingat di Negara sendiri malah saya diejek sedangkan di Negara lain tidak dipemasalahkan.
Saya kemudian merenung menyalahkan diri saya sendiri karena memilih paspor 24 hal. Suatu saat nanti saya ingin membuktikan bahwa saya juga mampu membuat E-paspor 48 hal. Katanya ada pula wacana penghapusan untuk paspor 24 hal, kalo memang benar saya malah sangat setuju biar tidak ada lagi traveler yang nasibnya seperti anak saya. Saran saya bagi semua traveler, pikir-pikir lagi jika ingin membuat paspor 24 hal, ada pula yang mengatakan jenis paspor ini tidak bisa digunakan untuk visa Korea, Australia, Amerika dan Jepang bahkan haji/umroh. Melalui website imigrasi adapula fasilitas Lapor jika kita mengalami perlakuan buruk tentang paspor 24 hal, namun saya cukup menyalahkan diri sendiri saja yang “Buat anak kok coba-coba”
Sama-sama tertulis paspor ini berlaku untuk seluruh dunia
Note :
(Mohon maaf jika artikel ini akan menyinggung beberapa pihak. Artikel ini saya tulis berdasarkan kejadian yang pernah saya alami)
Adakah yang memiliki paspor 24 hal yang nasibnya seperti anak saya? ….
0 Comments